Pengikut

Jumaat, 28 Februari 2014

Akhlak Yang Tercela



kerugian akhlak tercela lainnya adalah, ketika pasangan suami istri yang salah satunya memiliki akhlak tercela, misalnya isteri buruk akhlaknya maka doa sang suami tidak akan dikabulkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maka disinilah pentingnya tarbiyah tentang akhlak bagi para isteri. Jika sudah ada gejala-gejala keburukan akhlak dari isteri maka suami wajib menasihati. Jika tidak mampu dan terus berperilaku akhlak buruk setelah diberi bimbingan, tarbiyah, pelajaran, intinya suami tidak mampu memperbaiki akhlak isteri dengan nasehat dan bimbingan maka dilakukanlah fasal yang kedua yaitu hajr. Maksud hajr yaitu: dibiarkan, dimusuhi, dijauhi, diboikot, tidak disapa, tidak diajak bicara berdasarkan firman Allah yang artinya, “Dan kepada wanita- wanita yang dikhawatirkan akan nusyuz mereka, maka didik mereka/bina mereka/ hajr mereka.” Hajr maknanya pisah ranjang namun dalam satu rumah. Ibnu Abbas radhiyallahu anhu menjelaskan bahwa makna hajr adalah tidak menegur dan tidak mengajak bicara mereka. Dengan kata lain mempraktekkan jurus GTM (Gerakan Tutup Mulut) selama beberapa waktu di hadapan istri.
Jika falsa ini tidak mengubah keburukan isteri maka fasal berikutnya adalah “wadhribuhunna” pukul mereka, dengan catatan tidak boleh memukul wajah, dan tidak boleh memburuk-burukan yakni dengan memanggil dengan gelaran yang buruk. Kemudian pukulan tersebut tidak boleh menimbulkan bekas apalagi sampai menimbulkan luka. Jika fasal ini tidak juga mengubah akhlak isteri bahkan ketika dipukul menangkis dan pasang kuda-kuda maka hal ini mengindikasikan sudah sangat buruk akhlaknya. Maka isteri yang seperti itu layak untuk diceraikan. Dan jika tidak diceraikan maka selama itu pula Allah tidak akan mengabulkan do’a suami yang memiliki isteri yang berakhlak buruk.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Hakim dalam Al Mustadrak dengan sanad shahih berdasarkan syarat Bukhari, dan hadits ini juga terdapat dalam Sisilah Ahadits Ash Shohihah karya Imam Al Albani rahimahullah no 1805 Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
" ثَلاَثَةٌ يَدْعُوْنَ فَلاَ يُسْتَجاَبُ لَهُمْ : رَجُلٌ كَانَتْ تَحْتَهُ اِمْرَأَةٌ سَيِّئَةُ الْخُلُقْ فَلَمْ يُطَلِّقْهَا ,
وَ رَجُلٌ كَانَ لَهُ عَلىَ رَجُلٍ مَالٍ فَلَمْ يَشْهَدْ عَلَيْهِ , وَ رَجُلٌ آتَى سَفِيْهاً مَالَهُ وَ قد قاَلَ الله 
عَزَّ وَجَلَّ : *( و لا تؤتوا السفهاء أموالكم )* " .
“Ada tiga golongan yang ketika berdoa kepada Allah, Allah tidak mengabulkan do’anya: seorang laki-laki yang memiliki isteri yang buruk akhlaknya namun tidak diceraikan, seorang lelaki yang dia diminta menjadi saksi atas transaksi pinjam meminjam kemudian dia tidak bersedia, laki-laki yang memiliki harta orang lain yang belum mampu untuk mengelolanya namun diberikan harta tersebut kepada orang yang belum mampu mengelolanya”
Selama dia memiliki isteri yang buruk akhlaknya maka selama itu do’anya tidak dikabulkan. Padahal sholat berisi do’a dan tidak akan dikabulkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Inilah salah satu pentingnya akhlak mulia dan kesan buruk keburukan akhlak buruk. Keburukan akhlak dapat memberikan kesn buruk kepada orang lain. Isteri yang buruk akhlaknya ternyata memberi kesan buruk kepada suami yakni berupa tidak dikabulkannya doa suami. Jika seorang suami memiliki isteri yang buruk akhlaknya menyebabkan tidak dikabulkannya doa suami, apalagi pemilik akhlak tercela tersebut yakni si isteri lebih-lebih lagi tidak dikabulkan doanya oleh Allah. 
 (Padahal Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memanjatkan doa yang berisi berlindung dari tidak dikabulkannya doa!!! Dan akhlak tercela menjadi penyebab tidak dikabulkannya doa. Nas alullah as salamah wal afiyah –red)
Inilah penjelasan tentang keburukan akhlak buruk. Dan dilanjutkan berkaitan akhlak dengan Aqidah ....” Selesai menyadur ceramah Ustadz Abu Haidar. Mudah-mudahan dapat dilanjutkan dengan penjelasan berkaitan akhlak dan aqidah yang disampaikan ustadz Abu Haidar.

Tambahan dari Redaksi:
Allah Aza Wajalaa berfirman dalam Al Qur-an yang merupakan Kitab Al Akhlaq tentang wajibnya mentarbiyah isteri dalam perkara akhlak:
يٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ آمَنُواْ قُوۤاْ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً
Wahai orang-orang beriman,  jagalah diri dan keluargamu dari api neraka (At Tahrim : 6 )
Berkata Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib radiyallahu anhu ketika menafsirkan ayat tersebut:
((علموهم وأدبوهم)) رواه ابن أبي الدنيا في كتاب [العيال: 1/ 495]
Ajarkan (beri ilmu) dan ajarkan adab untuk mereka: Istri dan anak” (Tafsir Ad Durrul Mantsur Imam as Suyuthi rahimahullah)
Sebuah hadits yang menjelaskan kerugian yang diraih dari seorang wanita yang berakhlak buruk:
قِيْلَ لِرَسُوْلِ اللّهِ : إِنَّ فُلاَنَةً تُصَلِّي اللَّيلَ وَتَصُومَ النَّهَارِ (( وعند أحمد : إِنَّ فُلاَنَةً يُذْ كَرُمِنْ كَثْرَةِ صَلاَتِهَا وَصِيَامِهَاوَصَدَقَتِهَا )) وَفِي لِسَانِهَا شَيْءٌ يُؤْذِي جِيْرَانَهَا سَلِيْطَةً قَالَ لاَ خَيْرَ فِيْهَا هِيَ فِي النَّارِ وَقِيْلَ لَهُ إِنَّ فُلاَنَةً تُصَلِّي المَكْتُوْبَةَ وَتَصُوْمُ رَمَصضَانَ وَتَتَصَدَّقُ بِالأَثْوَارِ وَلَيْسَ لَهَا شَيْءٌ غَيْرُهُ وَلاَ تُؤّْذِي أَحَدًا قَالَ هِيَ فِي الجَنَّةِ
“Dari Abu Hurairah, “Dikatakan kepada Rasulullah, sesungguhnya si fulanah sholat malam dan berpuasa sunnah (Dalam riwayat Ahmad, “Sesungguhnya si fulanah disebutkan tentang banyaknya sholatnya, puasanya, dan sedekahnya”) namun ia mengucapkan sesuatu yang mengganggu para tetangganya, lisannya panjang?” [Berkata Ibnu Manzhur, “Jika mereka berkata  اِمْرَأَةٌ سَلِيْطَةٌ  maka maksud mereka ada dua yang pertama wanita tersebut adalah    طَوِيْلَةُ اللِّسَانِwanita yang panjang lisannya (banyak cakapnya sehingga menyakiti orang lain) dan yang kedua adalah حَدِيْدَةُ اللِّسَانِ wanita yang tajam lisannya” (Lisaanul ‘Arob (VII/320))] Rasulullah berkata, “Tidak ada kebaikan padanya, dia di  neraka”. Dikatakan kepada beliau, “Sesungguhnya si fulanah sholat yang wajib dan berpuasa pada bulan Ramadhan serta bersedekah dengan beberapa potong susu kering, dan ia tidak memiliki kebaikan selain ini, namun ia tidak mengganggu seorangpun?” Rasulullah berkata, “Ia di surga” [HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrok (IV/183 no.7304), Ibnu Hibban (al-Ihsan XIII/77 no.5764), berkata al-Haitsami, “Dan para perawinya tsiqoh (terpercaya)” (Majma’ az-Zawaid VIII/169) dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam shahih at-Targhib wat Tarhiib no.2560] 
Perhatian orang sholeh terhadap Adab dan Akhlak Istrinya
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
اِتَّقِ اللّهَ حَيثُمَا كُنتَ وَأَتبِعِ الِّيئَةَ الحَسَنَةَ تَمحُهَا وَخَالِقِ النَاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah engkau kepada Allah kapan dimana saja engkau berada, dan ikutilah suatu kejelekan dengan perbuatan baik maka kebaikan tersebut akan menghapus kejelekan tersebut, serta pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik”. [HR. At-Tirmidzi (IV/355 no. 1987), Ahmad (V/153 no. 21392), dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam shahihul jaami’ no. 97].
Berkata Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Arbain An Nawawiyyah ketika mensyarah (menjelaskan) hadits no 18 di atas yang berkenaan dengan akhlak yang baik terhadap manusia: “Dikisahkan bahwa ada seorang Nabi mengadu kepada Tuhannya tentang buruknya akhlak istrinya, maka Allah mewahyukan kepadanya, “Sesungguhnya Aku telah menjadikan hal itu sebagai keburukan yang kamu peroleh.” ...selesai mengutip penjelasan Imam Nawawi rahimahullah. Dalam kisah ini ada pelajaran tentang disyariatkannya mentarbiyah akhlak isteri. Bagaimana jadinya jika para suami tidak mempedulikan tarbiyah isteri dengan alasan yang dibuat-buat seperti sibuk mencari ma’isyah. Yang lebih tidak masuk akal lagi jika beralasan sibuk berdakwah atau berkhidmah dalam dakwah (???)
Pelajaran lainnya, Nabi ini mengetahui betul perkara akhlak tercela dengan kacamata ilmunya sehingga penilaian terhadap akhlak istrinya didasari dengan ilmu. Kecintaan terhadap istrinya tidak menutup mata dan telinga dari keburukan akhlak istrinya sehingga beliau berdoa kepada Allah. Karena perkara akhlak adalah perkara syariat maka menilai kemuliaan akhlak seseorang haruslah dengan parameter syariat dan bukan dengan perasaan, pikiran, adat istiadat, apalagi hawa nafsu. Disinilah pentingnya ilmu yang dapat membedakah hak dan bathil. Jika ilmu itu tidak dimiliki maka yang benar dapat dianggap bathil dan yang bathil dianggap benar. Kami telah kutipkan ceramah ustadz Abu Ihsan tentang parameter akhlak silahkan muroja'ah. Dan tidaklah ilmu itu didapat kecuali dengan menuntut ilmu. Dan tidaklah ilmu itu didapat kecuali dengan belajar. Dan tidaklah ilmu itu didapat kecuali dengan menghadiri taman surga yaitu majelis ilmu.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan